Syafrudin Budiman, SIP., tokoh intelektual dan pergerakan. (Liputanwinda/dok) |
Anak muda ini
dikalangan aktifis HAM dan demokrasi, LSM, politisi dan media di Jawa Timur
sudah cukup dikenal sebagai sosok muda yang energik dan penuh semangat. Tepat
tanggal 1 Mei 2002 yang bertepatan pada hari buruh internasional (May Day). Ia
ditangkap oleh polisi saat berdemonstrasi di Jl. Semarang Surabaya. Bersama 6
rekan lainnya ia digiring ke Bubutan, Mapolres Surabaya Utara.
Koran Jawa Pos dan
berbagai media lainnya menulis berita itu sebagai headline, dengan judul 7
aktifis mahasiswa ditangkap saat demontrasi di hari buruh. Berkat negoisasi
dengan polisi saat itu, tepat Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei, Syafrudin
Budiman dan 6 rekannya dilepaskan. Tampak terlihat foto dirinya dipukuli tonngkat
oleh polisi, sehingga menyebabkan tangan dan kepalanya memar.
“Bagi saya memperjuangkan rakyat tertindas adalah ibadah, tunduk dan menghamba pada kekuasan adalah syirik. Agama Islam mengajarkan untuk berbuat Amar Makruf Nahi Mungkar dan menyekutukan Allah SWT atau syirik pada kekuasaan tiada ampunan-Nya,” kata Budiman Sang Revolusioner, biasa teman-temannya memanggil namanya.
Sebagai aktifis
pergerakan kelahiran Sumenep, 21 Mei 1980 ini, Syafrudin Budiman memang layak
disebut “Sang Revolusioner Muda.” Sejak lulus SMA dirinya sudah biasa mempimpin
gerakan demonstrasi dan terlibat dalam isu-isu HAM dan demokrasi.
Ketika semangat
reformasi sedang digelorakan oleh Amien Rais dan tokoh politik nasional
lainnya. Kira-kira antara tanggal 23-24 Mei 1998 dan tepat beberapa hari
setelah ulang tahunnya ke 18. Syafrudin Budiman memimpin demontrasi
besar-besaran di Kabupaten Sumenep menuntut bergulirnya reformasi. Tepat dua
hari setelah momen jatuhnya Diktator Presiden Suharto.
“Isu yang diusung
saat ia memimpin demonstrasi reformasi 98 diantaranya, menuntut penuntasan
kasus-kasus korupsi, pengadilan terhadap Suharto dan Cabut Dwi Fungsi ABRI/TNI.
Selanjutnya isu pencabutan lima paket UU politik, kebebasan pers, serta
penegakan HAM dan demokrasi,” terang Sang Revolusioner muda ini.
Waktu itu Reformasi
98 juga menggelinding sampai ke Kabupaten Sumenep, seperti kota-kota lainnya di
Indonesia. Sedangan untuk Sumenep isu yang digelindingkan adalah pemberantasan
korupsi di Kabupaten Sumenep yaitu, sembako murah, reformasi birokrasi dan
mendesak turunnya Soekarno Marsaid (Bupati Sumenep saat itu).
Rudi sapaan akrab Syafrudin Budiman ini dengan penuh semangat bersama teman-temannya tetap melakukan demontrasi,
walaupun waktu itu ada himbauan untuk tidak melakukan demontrasi. Ia waktu itu,
memimpin langsung demontrasi dengan memakai kaos putih “Bull Dog Fish”.
Demontrasi itu
berjalan lancar dan secara resmi diterima pimpinan DPRD Kabupaten Sumenep,
Polres dan menuju kantor Bupati mendesak Soekarno Marsaid mundur. Ia tetap memimpin aksi demontrasi di tengah-tengah massa yang
sudah panas, bahkan bisa saja menjadi anarkis dan terjadi chaos. Rudi malah tampak tenang dan terus melakukan demontrasi.
“Massa sudah panas dan tetap ingin menyuarakan aspirasinya waktu itu. Saya bilang, biarkan kami berdemostrasi, yang penting aman dan saya yang bertanggungjawab,” ucap Rudi kepada aparat dan tokoh masyarakat yang ikut was-was melihat keadaan waktu itu.
“Massa sudah panas dan tetap ingin menyuarakan aspirasinya waktu itu. Saya bilang, biarkan kami berdemostrasi, yang penting aman dan saya yang bertanggungjawab,” ucap Rudi kepada aparat dan tokoh masyarakat yang ikut was-was melihat keadaan waktu itu.
Setelah bulan Mei
1998, ia langsung mendaftarkan diri sebagai mahasiswa di Universitas
Wijaya
Kusuma Surabaya (UWKS) di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
jurusan
Bahasa Inggris. Selesai Ospek (orentasi pendidikan kampus) dan sebelum
memulai
menerima pelajaran mata kuliah, tepat tanggal 9 September 1998. Rudi
bersama senior dan teman-teman mahasiswa se-angkatan, mulai mengikuti
demontrasi dengan isu menolak kedatangan Presiden BJ Habibie pada Hari
Olahraga
Nasional.
Bersama sekitar
3000-an mahasiswa Surabaya yang tergabung dalam Arek Pro-Reformasi (APR) yang
beraliansi dengan massa buruh dan PDI Perjuangan mendemonstrasi Presiden “BJ
Habibie”. Ribuan mahasiswa-pemuda mencoba merangsek menuju stadion Tambaksari,
Surabaya, di mana BJ Habibie sedang membuka Hari Olahraga Nasional.
Aksi tersebut
terjadi bentrok fisik antara aparat gabungan kepolisian dan militer, dengan
demonstran. Sejumlah massa pendukung PDI Perjuangan sempat memberikan
perlawanan, meskipun akhirnya didesak mundur aparat yang memukuli para
demonstran. (http://www.minihub.org)
*Photo by Toto
Santiko Budi/JiwaFoto Seorang pengunjuk rasa terkapar usai bentrok dengan
Sejumlah aparat TNI (Tentara Nasional Indonesia), Surabaya 9 September 2000.
Ribuan massa mahasiswa dan pro-mega menolak kehadiran Presiden BJ Habibie saat
hendak meresmikan acara Hari Olah Raga Nasional. Demonstran mengganggap jabatan
BJ Habibie sebagai presiden inkonstitusional.
“Diantara para
korban yang kena pukul aparat, banyak temen-teman saya sekelas. Saya cukup
prihatin, tapi kejadian itu tak pernah menyurutkan saya bergerak,” kata Rudi dengan menceritakan kejadian yang terjadi.
Sejak momen
demontrasi itulah ia mulai mengenal senior-seniornya di kampus UWKS. Disanalah
semangat revolusionernya terpatri dan menggelora. Ratusan demontrasi dan
diskusi ilmiah sering dia ikuti, sehingga akhirnya ia memutuskan berhenti
kuliah di Jurusan Bahasa Inggris FKIP UWKS. Jurusan ini ditinggalkannya dan
pindah ke Jurusan Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
UWKS untuk mengasah kepekaan sosialnya.
Sampai menjelang
pemilu legeslatif 1999, Rudi mulai resah. Reformasi yang ia
gelorakan bersama teman-temannya, mulai akan dibajak oleh partai politik
berbendera reformis gadungan dan sisa-sisa orde baru.
Kebutuhan untuk
terlibat aktif dalam kancah politik kemasyaratan mulai tumbuh. Apalagi saat itu
dirinya diajak oleh seniornya di FISIP UWKS, Moh. Sholeh mengajaknya untuk
bergabung ke Partai Rakyat Demokratik (PRD). Sebuah partai politik yang
mengusung jargon idealisme “Sosial Demokrasi Kerakyatan.”
Partai Rakyat
Demokratik adalah sebuah partai politik di Indonesia yang berhaluan sosial
demokrat. Partai ini tidak mempunyai jaringan ataupun massa yang besar, dan
tergolong sebagai partai kecil; namun demikian, perannya dalam sejarah politik
Indonesia sangatlah penting. Walaupun sering salah diinterpretasikan sebagai
gerakan kiri habis, partai ini bergerak dengan metode sepenuhnya non kekerasan.
(wikipedia.org).
“Saya sering
di-indentikkan sebagai aktifis kiri. Walaupun keluarga saya dari aktifis
dan
tokoh Muhammadiyah. Kiri bagi saya adalah simbol perlawanan terhadap
penindasan
dan Muhammadiyah berada didepan melawan penindasan, terutama membela
kaum mustada’afin
(kaum lemah) dari kemiskinan dan kebodohan,” ujar Rudi yang ibunya
pernah menjadi Ketua PD Aisyiah Kabupaten Sumenep dan bapaknya adalah
ustad di Majelis
Tabligh Muhammadiyah Kabupaten Sumenep.
Bersama Moh. Sholeh
(saat ini menjadi pengacara terkenal di Jawa Timur) dan beberapa temannya di
kampus yang tergabung dari organisasi benama ABRI (Aliansi Bersama Rakyat
Indonesia). Budiman Sang Revolusioner ini mengusung bendera PRD sebagai simbol perlawanan
politik terhadap kekuasaan.
*Syafrudin Budiman, SIP (Pimpinan Redaksi Liputanmadura.com) bersama KH. Abuya Busro Karim, Bupati Sumenep dalam sebuah acara silaturrahim. sahabat lama sama-sama Pimpinan Parpol 1999 lalu |
Syafrudin Budiman
ditunjuk sebagai Ketua Pimpinan Kota Partai Rakyat Demokratik (KPK PRD)
Kabupaten Sumenep oleh Moh. Sholeh Ketua KPW PRD Propinsi Jawa Timur.
Pilihannya bergabung ke PRD tidaklah mudah, tentangan dari keluarga dan
temannya mulai dirasakan sebagai konsekuensi pilihan politiknya.
“Sayang PRD gagal
tampil sebagai partai politik. Tetapi niat tulus untuk memperjuangkan rakyat
kecil tidak hanya lewat parpol, namun juga bisa lewat pendampingan secara
intensif di basis rakyat,” terang Rudi yang sering mengorganisir
petani, buruh dan mahasiswa.
Lewat pemilu 1999
inilah, ia mulai banyak mengenal dan dikenal oleh tokoh-tokoh lokal Kabupaten
Sumenep. Apalagi menjelang pemilihan Bupati Sumenep 2000-2005, Sang
Revolusioner muda ini dengan tegas menyuarakan menolak tampilnya kepemimpinan
militer. Dalam hal ini menolak dipilihnya kembali Letkol Soekarno Marsaid
sebagai Bupati Sumenep.
Aktifis Internal
dan Eksternal Kampus
Usai pemilu 1999,
dirinya kembali ke kampus dan aktif sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan
(HMJ) Program Studi Ilmu Politik FISIP UWKS. Drs. Bambang Supriadi, Msi., Dekan
FISIP yang sekaligus guru politiknya ini pernah mengatakan, “Kamu memang pantas
masuk FISIP, karena dapat menunjang minatmu di bidang sosial dan politik,” kata
Syafrudin Budiman menirukan kata-kata Dekannya waktu itu.
Sebagai mahasiswa
progressif ia tak terlalu sulit beradaptasi pada pergerakan mahasiswa internal
dan eksternal kampus. Sambil memegang kendali sebagai Ketua HMJ Ilmu Politik,
dirinya juga dipercaya sebagai Ketua Litbang (Penelitian dan Pengembangan)
Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) FISIP). Dirinya juga menerima amanah sebagai
Bendahara Senat Mahasiswa Univeritas Wijaya Kusuma Surabaya (SEMA-UWKS).
Terakhir ia
memangku amanah sebagai Ketua I Bidang Organisasi SEMA-UWKS dan dipercaya
sebagai Ketua Sterring Komite, Latihan Kepemimpinan Manajemen Mahasiswa (LKMM)
SEMA-UWKS. Sebuah bentuk perkaderan tingkat tinggi di kampus yang didirikan
tokoh-tokoh Golkar Jatim.
“Di kampus inilah
saya banyak berdiskusi dan mengembangkan pemikiran. Ir. Bambang Eko Witono, PR
III UWKS saya saat itu, banyak membantu wawasan saya. Dia pernah bilang kepada,
kalau ingin sukses kita tidak boleh berfikir sempit dan serius menunjukkan jati
diri sendiri,” terang Syafrudin Budiman, mengenang masa lalu dirnya saat
menjadi mahasiswa.
Selain aktif di
internal kampus, Putra kelima dari
pasangan Ach. Zainuddin HR dan Mardhiyah ini, juga aktif dalam gerakan
mahasiswa ekstra kampus. Kebetulah Syafrudin Budiman lebih memilih Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah, mengingat keluarganya adalah aktifis dan tokoh besar
Muhammadiyah. Pengalaman Organisasi di ektra kampus itu dimulai menjadi Ketua
Umum Komisariat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya (2002-2004) dan Ketua (Bidang Hikmah) Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (PC-IMM) Kota Surabaya. (2004-2005).
Selanjutnya juga
menerima amanah sebagai Ketua (Bidang Hikmah) DPD Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Jawa Timur (2004-2006) dan terlibat aktif pada pendirian PC IMM Sumenep dan
ditunjuk menjadi Ketua Umum (Cartaker) Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah Kabupaten Sumenep (2005-2007).
Usai aktif di IMM
Jawa Timur, Rudi juga menerima amanah sebagai Sekretaris (Bidang
Sosek) Pimpinan Pusat Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (2006-2007) dan melalui
resuffle dirnya dipilih sebagai Ketua (Bidang Sosek) Pimpinan Pusat Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah (2007-2008).
Di IMM anak muda ini dikenal sebagai “Macan Sidang” ketika ia menerima palu, tak pernah palu
itu lepas dari tangannya dan kalau berdebat dengannya harus rasional dari sisi
pemikirannya. Jika tidak oleh macan sidang ini keinginan tersebut akan ditolak
mentah-mentah olehnya. Bahkan ia tak segan-segan mengeluarkannya dari area
sidang kalau tak mentaai aturan sidang.
Sebagai anggota
Biro Bidang Politik KNPI Jawa Timur (2005-2010) dan Ketua Umum Lingkar Studi
Mahasiswa (LISUMA) Indonesia Propinsi Jawa Timur (2008-2009). Syafrudin Budiman
selalu diminta menjadi pimpinan sidang di even-even besar, diantaranya pernah
menjadi Ketua Presedium Sidang Muktamar IMM XII di Ambon (Mei 2006) dan Ketua
Presedium Sidang Tanwir IMM Jelang Muktamar XIII di Bandar Lampung (Juli 2008).
Pegiat Demokrasi
dan HAM
Nama dan tampang
Syafrudin Budiman sering menghiasi media cetak dan elektronik saat menjadi
aktifis hingga hari ini. wacana dan statemen-nya sering masuk di media-media
lokal dan nasional. Terkait isu-isu sosial budaya, ekonomi, politik, hukum dan
pemerintahan.
Sebagai aktifis
Mahasiswa, dirinya juga aktif dalam isu HAM dan demokrasi. Dirinya bersama
Hendy Prayogo (Sekretaris PSMTI Jawa Timur), tercatat dalam sejarah pernah
mengundang aktivis HAM, (Alm) Munir SH ke SMU Muhammadiyah 2 Pucang Jl. Pucang
Anom 91 Surabaya. Dalam sebuah acara Malam Peringatan Tragedi Mei 98 dan
Refleksi enam Tahun Reformasi, tepatnya pada 17 Mei 2005. Saat itu, Syafrudin
Budiman sebagai Ketua Panitia dan Rubaidi, Wakil Sekretaris PW Nahdlatul Ulama
Jawa Timur sebagai Sekretaris Panitia.
Selanjutnya tahun
berikutnya 2006 lalu, Rudi juga menggelar acara yang sama dan
mengundang aktivis HAM, Ester Endrayani Yusuf, SH (Solidaritas Nusa Bangsa)
dalam acara Malam Peringatan Tragedi Mei 1998 dan Refleksi Tujuh Tahun
Reformasi, Senin 16 Mei di halaman SMU Muhammadiyah 2, Jalan Pucang Anom 91,
Surabaya. Saat itu juga, Syafrudin Budiman sebagai Ketua Panitia dan Amelia
Aini, Sekretaris PW Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM) Jawa Timur sebagai
Sekretaris Panitia.
Acara yang
diselenggarakan dua tahun berturut-turut tersebut, banyak hadir tokoh
organisasi kemasyarakatan (ormas), LSM, mahasiswa, aktifis demokrasi dan HAM,
tokoh tionghoa Jawa Timur dan para seniman. Acara itu berlangsung khidmat
dengan pembacaan doa dan nyala lilin dengan lampu remang-remang untuk mengingat
para korban tragedi Mei 98.
Munir dan Ester
Endrayani Yusuf adalah sama-sama pemenang Penghargaan Yap Thiam Hien Award.
Penghargaan ini adalah sebuah penghargaan yang diberikan oleh Yayasan Pusat
Studi Hak Asasi Manusia kepada orang-orang yang berjasa besar dalam upaya
penegakan HAM di Indonesia.
Nama penghargaan
ini diambil dari nama pengacara Indonesia keturunan Tionghoa dan pejuang HAM
Yap Thiam Hien Award. Penghargaan ini umumnya diberikan setiap tahun pada
tanggal 10 Desember sejak tahun 1992. Sampai saat ini terus berlangsung kecuali
tahun 2005. Yayasan ini meniadakan pemberian penghargaan untuk tahun 2005
karena alasan kurangnya dana. (id.wikipedia.org/wiki/Penghargaan_Yap_Thiam_Hien)
(Alm) Munir waktu
itu menjabat Direktur Imparsial. Munir dinilai kritis terhadap pelanggaran HAM
yang dilakukan negara dengan mengunakan kekuasaan tangan tentara. Sementara
Ester Endrayani Yusuf dikenal sebagai Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Tragedi
Mei 98. Dimana dalam buku hitam mengungkap tabir Tragedi Mei 98 hasil
rekomendasi TGPF meminta pembentukan pengadilan Ad Hoc pelanggaran HAM yang
meilibatkan jenderal dan petinggi militer.
Rudi sebagai aktifis DPD IMM Jatim, saat pidato pembukaan acara tersebut mengatakan,
pihaknya mendesak pemerintah agar mengusut tuntas tragedi Mei 1998 dan
mengadili jenderal pelanggar HAM yang terlibat peristiwa Mei, serta mencabut produk
undang-undang yang anti demokrasi dan melanggar HAM.
Politik Kebangsaan
Semua orang tidak
ragu lagi ketika dirinya dipercaya sebagai Sekretaris Inisiator
Partai Matahari Bangsa (PMB) Jatim dan Sekretaris Pimpinan Wilayah PMB Jatim.
Selain memang berbakat dalam dunia politik, dirinya juga lahir dari kalangan
keluarga Politisi Muhammadiyah. Saat ia menjadi pendiri PMB usianya masih 26
tahun dan ia juga masih menjabat Ketua Bidang Sosek Dewan Pimpinan Pusat Ikatan
Mahasiswa Muhammadiyah periode 2006-2008.
Disaat usianya 31
tahun Syafrudin Budiman terpilih sebagai Ketua Umum Majelis Imarah Pimpinan
Wilayah Partai Matahari Bangsa (PW PMB) Jawa Timur melalui hasil reshuffle
kepengurusan. Saat ini ia adalah salah satu ketua partai termuda di Jawa Timur
dari 34 parpol yang ada di Jawa Timur. Dirinya dipilih untuk menggantikan Mufti
Mubarok yang terlibat aktif pada pendirian Partai Nasdem dan Ormas Nasional
Demokrat.
Wajar saja jika
Rudi yang juga Konsultan Politik dan Media ini dipilih menjadi
Ketua PW PMB Jawa Timur. Mengingat komitmen dan konsistensi perjuangan yang
dilakukan selama ini, tidak mengedepankan gerakan pragmatisme semata. Akan tetapi, ia
tetap kokoh dalam gerakan politik kebangsaan yang penuh istiqomah.
Dalam Rapimnas
Partai Matahari Bangsa 30 April – 01 Mei 2011 di Hotel Gren Alia Cikini Jakarta,
ia menyampaikan pidato politiknya. “Warga Muhammadiyah dan generasi muda-nya
tidak bisa berpijak pada kaki orang lain, namun harus berpijak pada kaki
sendiri. Mengingat cita-cita dan tujuan Muhammadiyah tergantung para kadernya.
Termasuk keterlibatannya dalam dunia politik kebangsaan,” katanya disambut aplaus dari peserta Rapimnas.
*Suryanto Wibowo Ketua PD PMB Jember, Imam Addaruqutni Ketua Umum PP PMB, Syafrudin Budiman Ketua PW PMB Jatim dan Arif Zubaidi Ketua PD PMB Lamongan dalam Rapimnas 2011. |
Sebelumnya pada
pemilu 2009, Syafrudin Budiman adalah Calon Anggota Legestalif (caleg) Daerah
Pemilihan VIII (Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Nganjuk,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Madiun dan Kota Madiun) nomor urut 1, tetapi gagal
terpilih. Sang Revolusioner ini tak pernah menyerah dan frustasi dalam
perjuangan kerakyataan dan kebangsaan di Jawa Timur.
Saat ini dirinya bergabung ke Partai Amanat Nasional (PAN), setelah secara resmi PMB bergabung dengan partai yang dikomandani Hatta Rajasa ini. Ia saat ini menjadi Bacaleg PAN dari Dapil Jatim I Surabaya - Sidoarjo. Politisi muda ini maju sebagai Bacaleg PAN berdasarkan usulan Ketua Umum PP PMB, Imam Addaruqutni.
Saat ini dirinya bergabung ke Partai Amanat Nasional (PAN), setelah secara resmi PMB bergabung dengan partai yang dikomandani Hatta Rajasa ini. Ia saat ini menjadi Bacaleg PAN dari Dapil Jatim I Surabaya - Sidoarjo. Politisi muda ini maju sebagai Bacaleg PAN berdasarkan usulan Ketua Umum PP PMB, Imam Addaruqutni.
Dengan
pengalamannya dibidang media dan politik, Rudi kembali kedua gerakan
intelektual dengan menjadi Analis Pemerhati Sosial Politik dan Media sebagai
profesi dan mata pencahariannya. Dirinya sering diundang oleh TV, Radio dan
media cetak untuk mengisi dialog dan wawancara tentang situasi politik lokal
dan nasional.
Beberapa media
tersebut diantaranya, JTV, Madura Channel, RRI, Nada FM, Suara Surabaya, Radio
Muslim Surabaya dan berbagai media cetak dan elektronik lainnya. Syafrudin juga
spesialis bidang media dalam Tim Kampanye dan Politik Personal Branding bagi
calon bupati dan wakil bupati, serta anggota DPR RI, DPRD Jatim dan DPRD
Kabupaten/Kota.
“Sebagai analis
media dan sosial politik saya sangat senang, sehingga bisa menyampaikan ide,
gagasan dan bahkan kritik,” kata pria yang gemar musik hard rock ini.
Karirnya di bidang
media dan lembaga sosial kemasyarakatan cukup bagus. Pengalaman kerjanya ia
mulai sebagai Reporter dan Wakil Manejer Radio WK FM Universitas Wijaya Kusuma
Surabaya (2001-2003), Wartawan Surabaya Post (2002-2003), Wartawan dan Kepala
Biro Radar Minggu (2004-2006).
*Syafrudin Budiman
di Hotel Aston Rasuna Said Apartemen, dalam acara pelatihan kewirausahaan, DPP
IMM (Februari 2012).
Selain itu pegiat
seni dan budaya ini juga pernah menjadi Redaktur Koran Mandarin Rela
Warta/Cheng Bao (2004-2005) milik sahabatnya Hendi Prayogo (Sekretaris PSMTI
Jawa Timur). Pernah juga menjadi konstributor di media persyarikatan
Muhammadiyah www.muhmmadiyah.or.id
(2006-2007). Sebelumnya juga pernah menjadi konstributor Republika (2010) di
Madura dan Redaktur Senior di www.jifoksi-mti.com,
sebuah media khusus informasi pengadaan barang jasa dan konstruksi.
Saat ini Rudi bersama temannya Firman mendirikan www.liputanmadura.com dan didaulat
menjadi Pimpinan Redaksi. Selain itu pria yang juga aktif dalam kegiatan seni
dan budaya mendirikan www.liputanwinda.com Warta Indonesia Berbudaya sebuah portal khusus seni,
budaya dan lifestyle. Di media ini ia menjadi pemilik atau Pimpinan Perusahaan
sekaligus Pimpinan Redaksi.
“Saya sangat senang
terlibat dalam kegiatan kebudayaan. Melalui budaya kita bisa memberikan
pesan-pesan moral dan humanitas untuk kebangsaan,” tukasnya.
Sementara itu
dalam kegiatan sosial kemasyarakatan Rudi pernah bekerja sebagai Koordinator Entry Data Pemilu
Legeslatif 2004, Pilpres I dan II di Jawa Timur 2005 DPD IMM Jawa Timur. Ia
juga terlibat aktif sebagai Koordinator Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat
(JPPR) DPD IMM Jawa Timur bekerjasama dengan The Asia Fondation (2004-2005).
Sebagai konsultan
Media dan Politik Syafrudin Budiman memiliki lembaga yang bergerak pada Riset
dan Penelitian dengan nama Lembaga Andalan (Analis Politik dan Media)
(2004-sekarang). Lewat lembaga ini dirinya sering menerima order untuk sebuah
pemetaan politik, magerial dan opinion building politik.
Tulisan dan karya
ilmiahnya sering dimuat di berbagai media cetak dan online, terkait masalah
Pilkada dan Pemilu. Ia juga sering diundang menjadi pembicara dalam Diskusi,
Seminar, Pelatihan dan Focus Group Discussion (PGD).
Cicit Tokoh Besar
Muhammadiyah.
Syafrudin Budiman
adalah cicit dari (Alm) KH.Mas Mansur, Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah jaman
kemerdekaan, yang juga Inspirator berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia
(MAIA) yang bermetamorfosa menjadi MASYUMI. KH. Mas Mansur berhasil melakukan
gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai
berdirinya MAIA, bersama Hasyim Asy’ari dan Wahab Hasboellah yang keduanya dari
Nahdlatul Ulama (NU).
KH Mas Mansur juga
memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman
Wiryasanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat
Islam Indonesia (PSII). Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, KH.
Mas Mansur termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat
diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad
Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan KH. Mas Mansur. (id.wikipedia.org/wiki/Mas_Mansoer#Terpilih_menjadi_Ketua_PB_Muhammadiyah).
*KH. Mas Mansur
dalam Perjuangan dan Pemikiran
Beliau, KH Mas
Mansur termasuk dalam Keluarga Besar Sagipodin (Bani Gipo) yang dikenal
memiliki akar yang kuat di kalangan Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama, Kedua
Cucu Sagipodin yakni KH Mas Mansur dan KH. Hasan Basri (Hasan Gipo) merupakan
dua tokoh penting dalam pertumbuhan Muhammadiyah dan NU, yang seorang dipercaya
sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah sementara yang seorang lagi mendapat
amanat sebagai Ketua Tanfidziyah NU Pertama.
Satu lagi catatan
penting yang jarang diungkapkan oleh media adalah ihwal wafatnya KH Mas Mansur
dalam tahanan NICA pada tahun 1946, ternyata KH Mas Mansur tidak mengalami
penahanan biasa melainkan di eksekusi mati dengan disuntik darah kera, sehingga
akhirnya wafat dalam tahanan pada tanggal 25 April 1946.
KH Mas Mansur
dengan kehalusan dakwah dan pribadinya yang sederhana begitu dihormati oleh
Bung Karno. Dalam beberapa suratnya di Pengasingan Bung Karno menanyakan
beberapa soal-soal agama kepada Mas Mansur, bahkan konon KH Mas Mansur diminta
secara khusus oleh Bung Karno untuk menjadi penghulu dan menikahkannya dengan
Fatmawati. (Badrut Tamam Gaffas, 2008/badruttamamgaffas.multiply.com).
Selain sebagai
Cicit dari KH. Mas Mansur, Rudi juga merupakan cicit dari R.
Musaid “Seorang Pejuang Budaya,” yang juga seorang tokoh Muhammadiyah. Jadi
sangat wajar jika Syafrudin Budiman secara politik kebangsaan mewakili KH. Mas
Mansur dan dari sisi cintanya kepada kebudayaan Syafrudin Budiman mewakili
Raden Musaid “Werdisastro”.
Raden Musaid adalah Sastrawan Legendaris yang berjasa menulis Babad Sumenep. Awalnya penulisan tersebut dimaksudkan sebagai upaya pelurusan sejarah terutama sejarah Islam di sumenep dalam bingkai dinamika hubungan antar etnik yang berlangsung damai. Dalam Babad itu digambarkan pula tumbuh kembang sebuah komunitas masyarakat berperadaban dan berperilaku elok yang disebut Bangselok.
Sebagai Budayawan
dan Pejuang secara cerdik Raden Musaid berupaya mengobarkan semangat perjuangan
anti penjajahan kolonial belanda melalui simbol dan kiasan yang banyak terdapat
dalam Babad yang dikarangnya, buku tersebut memang ditulis menggunakan Bahasa
Madura dengan Aksara Jawa sehingga praktis pihak belanda menjadi gagap dalam
menangkap maksud rahasia sang penulis, sebaliknya pemerintah hindia belanda
memberikan apresiasi yang tinggi dan penghargaan kepada Raden Musaid berupa
sejumlah Gulden dan sebuah Gelar “WERDISASTRO."
Sejak itulah Raden
Musaid dikenal sebagai R. Musaid Werdisastro, ketika tarikh masehi menginjak 15
Pebruari 1914 Naskah Babad Sumenep tersebut naik cetak dan diterbitkan oleh
Balai Pustaka sehingga anggapan Raden Musaid sebagai sastrawan lokal menjadi
terbantahkan, Babad Sumenep menjadi sebuah naskah budaya yang memperkaya
khazanah budaya dan sejarah bangsa.
Raden Musaid yang
budayawan dan cendikiawan memiliki kedekatan dengan Kyai Haji Mas Mansur yang
berdarah Sumenep, dalam berbagai biografi disebutkan bahwa KH Mas Achmad
Marzuki (ayahanda Mas Mansur) terhitung masih keturunan dari bangsawan Sumenep.
Sebagai ulama muda
yang kharismatik Kyai Haji Mas Mansur berhasil membawakan kehalusan dakwah yang
menyentuh sehingga memberi pengaruh yang luarbiasa kepada pribadi Raden Musaid,
beliau memilih jalan yang tidak biasa ditempuh oleh kebanyakan budayawan dan
kaum adat yang mengambil jarak atas gerakan dakwah, semangatnya justru meluap –
luap untuk mengikuti cara beragama yang diajarkan oleh Mas Mansur yang berusaha
menempatkan agama dan budaya secara proporsional tanpa mengesampingkan adat /
budaya yang bersendi syara’ dan berpilar kitabullah.
Raden Musaid
menjadi penggerak pengembangan Muhammadiyah di Sumenep, beliau secara
tegas
menolak dikotomi NU-Muhammadiyah, menurutnya NU-Muhammadiyah atau Ormas
keagamaan lainnya sama – sama bisa menjadi jembatan pergerakan berbasis
keagamaan yang bisa mengantarkan ummat menggapai pencerahan spiritual.
Dukungan
untuk mengembangkan Muhammadiyah di Ujung timur Pulau Madura itu datang
dari
keluarga besarnya juga dari Kyai Haji Mas Mansur yang menjadi konsul
Muhammadiyah
Jawa Timur di Surabaya dan kemudian terpilih menjadi Ketua Umum Pengurus
Besar
Muhammadiyah (1937 – 1943).
(https://bulanbintang.wordpress.com/2008/03/31/gelora-islam-sang-sastrawan-besar-madura-r-musaid-werdisastro-%E2%80%93-penulis-babad-sumenep)
*Keluarga Besar Ustadz Hakam berfoto bersama
sepeninggalnya almarhum. Tampak Syafrudin Budiman berdiri di tengah. Pertemuan
keluarga ini bertempat di Labangan, Bangselok Sumenep.
Cucu Penggerak
Muhammadiyah Sumenep
Kakeknya (Alm)
Ustadz. KH. Abd.Kadir Muhammad (AKM) adalah Ketua PD Muhammadiyah
Sumenep-Madura yang juga mantan anggota DPRD Sumenep dari MASYUMI. Bahkan
Bapaknya Ustadz.Ach. Zainudddin HR pernah menjadi Ketua PCM Sumenep/Lembaga
Dakwah Khusus PP Muhammadiyah.
Sedangkan
Ibunya Mardhiyah adalah mantan Ketua Umum Pimpinan Daerah Nasyiatul Aisyiah Sumenep (PD
NA) periode 1992-1997. Kedua orangtuanya sama-sama aktifis PII dan KAPPI/KAMMI tahun
66-67 dan sempat aktif di GPI underbow MASYUMI.
“Saya memang lahir
dari keluarga politisi dan keluarga struktur Muhammadiyah, Malah yang mendorong
saya bergabung ke PMB adalah keluarga. Ketika kami kedatangan KH. Imam
Addaruqutni, Ketua Umum PP PMB di Sumenep Madura, yang menyambut hangat adalah
keluarga besar AKM,” paparnya.
Berikut ini sekilas
profil Ustadz KH. Abd. Kadir Muhammad, kakak dari Syafrudin Budiman, kakeknya
dikenal sebagai tokoh Muhammadiyah Sumenep yang sejuk dan ramah pada
murid-muridnya.
Karena minimnya
tenaga dakwah di Sumenep pada sekitar tahun tiga puluhan, maka Raden Musaid
meminta bantuan kepada Kyai Haji Mas Mansur yang segera dijawab dengan
dikirimkannya beberapa tenaga dakwah yang salah satunya adalah Abdul Kadir
Muhammad (AKM), salah seorang murid sekaligus keponakan KH Mas Mansur.
Abdul Kadir
Muhammad dibesarkan dalam lingkungan agamis yang pluralis, sang ayah KH Mas
Muhammad menitipkannya untuk dididik oleh adiknya yaitu Kyai Haji Mas Mansur
sementara saudara Abdul Kadir Muhammad yang lain ada yang mendapatkan didikan
langsung dari Hasan Gipo, Ketua Tanfidziah NU pertama.
Keluarga Besar
Sagipodin (Bani Gipo) memang memiliki akar yang kuat di kalangan Muhammadiyah
maupun Nahdlatul Ulama, Kedua Cucu Sagipodin yakni KH Mas Mansur dan KH. Hasan
Basri (Hasan Gipo) merupakan dua tokoh penting dalam pertumbuhan Muhammadiyah
dan NU.
Di Pulau Madura,
Abdul Kadir Muhammad memulai berdakwah dari lingkungan keluarga besar Raden
Musaid, keberadaannya cepat bisa diterima dan akrab disapa dengan sebutan
“Ustadz”, beliau juga berdakwah di lingkungan Masjid Jamik Sumenep. Demikianlah
Ustadz Abdul Kadir Muhammad (Hakam) yang ber-etnis Jawa ternyata sangat
memahami karakteristik orang madura dan terbukti fasih dalam berbahasa madura,
sehingga tidak mengalami kesulitan dalam berinteraksi dalam komunitas yang
berbahasa dan berbudaya madura.
Untuk meneguhkan
perjalanan dakwahnya di Sumenep maka Ustadz Hakam kemudian menikahi R.
Fatimatuz Zahro yang tak lain adalah cucu R. Musaid dari Puterinya R.Ay
Mariatul Kibtiyah.
Dalam menyikapi
perbedaan corak keberagamaan Ustadz Hakam selalu menekankan pentingnya mencari
persamaan serta memperkuat ukhuwah wathoniah diantara ummah. selain aktif
berdakwah ustadz Hakam juga meniti karir dari bawah di lingkungan Departemen
Agama, pada pertengahan tahun lima puluhan ditugaskan sebagai kepala Kantor
Urusan Agama Maluku Tenggara.
Sekembalinya dari
tanah Maluku, cita –citanya makin menguat untuk mengembangkan pendidikan yang
berbasis agama, pada periode tahun enam puluhan beliau dipercaya untuk
mengembangkan Pondok Pesantren Modern Panarukan dan mulai merintis pengembangan
dakwah di pulau – pulau kecil di sekitar Madura. Terakhir KH Abdul Kadir
Muhammad menjadi Pengasuh Yayasan Pondok Pesantren Modern Islam (YPPMI) Pulau
Kangean dan terus berdakwah hingga akhir hayatnya. (https://bulanbintang.wordpress.com/2008/03/31/gelora-islam-sang-sastrawan-besar-madura-r-musaid-werdisastro-%E2%80%93-penulis-babad-sumenep/).
*Foto
kenang-kenangan pembangunan YPPMIK (Ponpes Modern Islamiyah Kangean).
“Saat kakek saya
Ustadz Hakam meninggal, umur saya masih 4 tahun. Saya sempat merasa sejuk saat
digendong olehnya. Kelembutan tutur kata dan gaya tubuhnya membuat saya
semangat mengikuti langkah dan perjuangannya,” kata Rudi, sambil
meneteskan mata mengenang perjuangan kakeknya.
Pernah suatu waktu
tahun 2012, dirinya bertemu murid kakeknya di Panarukan. Namanya
Daeng Ali Passandre asal Sapeken, Sumenep. Bapak Daeng Ali merasa bangga
menjadi murid Ustadz Hakam. Semangat dan perjuangan beliau, kata Daerng Ali
memberikan inspirasi di tengah minimnya fasilitas dan kegiatan pendidikan waktu
itu. Terutama di Kangen dan Panarukan yang memang tertingal secara pendidikan.
“Hari ini
masyarakat kepulauan terutama Kangean sangat berhutang budi dengan Ustadz
Hakam. Komitmen dan dedikasi beliau menjadi penentu pembangunan di Kepulauan
Kangean dan Sapeken,” pungkas Daeng Ali sambil menunjukkan tangannya kepada Rudi, yang merinding mengingat gurunya itu.
“Wajah dan bentuk
tubuh Ustadz Hakam mirip dengan denganmu,” kata Daeng Ali menunjuk wajah Rudi. (Tim/diambil dari berbagai sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar