Refleksi 1 Tahun Tabloid PRO RAKYAT
Oleh : Syafrudin Budiman, SIP (Analis Politik dan Media)
Saya mengenal J. Farouk Abdillah atau yang biasa dipanggil Faruk pada
tahun 1998. Ketika itu semangat reformasi sedang digelorakan oleh Amien
Rais dan tokoh politik nasional lainnya. Kira-kira antara tanggal 23-25
Mei 1998 saya bertemu dengan Saudara Faruk. Tepat beberapa hari setelah
ulang tahun saya ke 18, pada 21 Mei 1998 atau bersamaan dengan momen
jatuhnya Diktator Presiden Suharto.
Pertemuan itupun tidak dalam acara resmi atau acara
silaturrahim. Tetapi saat saya sedang memimpin demonstrasi
menggelorakan semangat reformasi 98 yang menuntut penuntasan kasus-kasus
korupsi, pengadilan terhadap Suharto, Cabut Dwi Fungsi ABRI/TNI,
pencabutan UU politik, kebebasan pers, serta penegakan demokrasi dan
HAM.
Isu tersebut menggelinding ke Kabupaten Sumenep
seperti kota-kota lainnya di Indonesia. Sementara kalau di Sumenep isu
yang digelindingkan adalah pemberantasan korupsi di Sumenep, sembako
murah, reformasi birokrasi dan mendesak turunnya Soekarno Marsaid
(Bupati Sumenep saat itu).
Faruk saat reformasi berada di kelompok KRAN
(Komite Reformasi untuk Amar Ma’ruf Nahi Mungkar) sebuah kelompok
reformasi Sumenep. Dimana KRAN digagas bersama Alm. KH. Herman Bahaudin
Mudhari (Putra dari KH. Bahaudin Mudhari dan saudara Achsanul Qosasi,
saat ini Anggota DPR RI). Bersama aktifis reformasi lainnya KRAN
menyerukan demontrasi, namun entah kenapa? pada subuh-subuh ada siaran
radio di RRI dan Nada FM membatalkan demontrasi tersebut.
Tetapi dengan penuh semangat, saya bersama
temen-teman lain-nya tetap melakukan demontrasi dan saya yang memimpin
di depan. Dimana demontrasi tersebut secara resmi diterima pimpinan DPRD
Sumenep, Polres dan menuju kantor Bupati mendesak Soekarno Marsaid
mundur.
Ditengah massa yang sudah panas mendekati anarkis
dan bahkan bisa terjadi chaos. J. Faruk Abdillah mendatangi saya.
“Tenang saudara-saudara. Kami dari KRAN sudah bertemu dengan Muspida,
terkait reformasi 98 di Kabupaten Sumenep. Harap sabar dan bisa menjaga
situasi,” kata Faruk yang menggunakan topi, menemui saya dan temen-temen
lainnya yang sedang demo di DPRD Sumenep.
Saya bilang kepada Faruk, “Massa sudah panas dan
tetap ingin menyuarakan aspirasinya. Biarkan kami berdemostrasi, yang
penting aman dan saya bertanggungjawab.”
Singkat cerita setelah reformasi
bergulir dan Presiden BJ. Habibie, waktu itu sudah mencabut UU paket
politik lama menjadi UU politik berbasis multipartai. Kira-kira dari
bulan Juli sampai September saya bertemu Faruk di beberapa proses
pendirian Partai Amanat Nasional (PAN) Sumenep Waktu itu keluarga saya
merupakan basis Muhammadiyah dan tentunya afiliasi politiknya mendukung
berdirinya parpol baru yang di nahkodai Bapak Amien Rais, Ketua Umum PP
Muhammadiyah.
Saya sering mengikuti bapak saya
Zainuddin HR, yang kebetulan menjadi inisiator PAN Sumenep untuk
menghadiri rapat-rapat formatur PAN Sumenep. Kebetulan Faruk juga salah
satu inisiator dan disanalah saya sering berinteraksi dengan Faruk dalam
wacana dan diskusi politik di tengah transisi demokrasi. Baik isu lokal
Sumenep sampai isu nasional.
Setelah itu, Faruk tidak masuk
dalam kepengurusan PAN dalam malah bergabung dalam LSM Akbar dan
mendirikan lembaga independen pemantau pemilu bernama KIPP. Sementara
bapak saya mundur dari PAN, karena adanya aturan PNS dilarang berpartai.
Kebetulan bapak saya adalah PNS.
Paska reformasi Faruk lebih
memilih netral dalam politik dan aktif di KIPP, apalagi dirinya memang
lahir dan besar di media. Walupun sempat terlintas dalam benakknya untuk
berjuang bersama-sama PAN. Namun untuk menghargai senior-senior di
Muhammadiyah dan PAN. Ia lebih memilih jalan yang terbaik, yaitu jalan
independen dan tetap aktif dalam ruang demokrasi yang lebih luas.
Wartawan Tiga Zaman
Faruk sendiri adalah wartawan
yang lahir di tiga jaman. Mulai jaman orde baru Presiden Suharto, orde
reformasi (Presiden BJ. Habibie, Presiden Gus Dur dan Presiden
Megawati). Dan orde politik presidential (Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono – Wakil Presiden Jusuf Kalla sampai Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono – Wakil Presiden Boediono).
Dirinya sudah menjadi wartawan
sejak lulus SMP dan SMA. Dimulai sebagai wartawan lepas dan tulisannya
sering kali dimuat diberbagai media di Jawa Timur. Bahkan guru dan
teman-temannya banyak memuji tulisannya yang terstruktur indah penuh
rangkaian kata dan bermakna. Baik dalam bentuk artikel, opini, feature
maupun straight news.
Sebelumnya juga sejak SMP dan
SMA dirinya sudah aktif dalam kegiatan jurnalistik dan organisasi
Pelajar Islam Indonesia (PII). Saat itu dirinya sudah menulis cerpen dan
puisi untuk di kirim ke majalah-majalah cerpen.
“Saya sering mendapatkan juara
dalam penulisan cerpen. Lumayan dapat hadiah uang, bisa saya gunakan
jajan dan uang SPP waktu sekolah,” ujar Faruk menceritakan secara
gamblang kepada saya pada bulan Ramadan 2010 lalu.
Ia juga memulai karir
jurnalistik secara formal dimulai dari wartawan dan reporter diberbagai
radio Sumenep dan Pamekasan. Diantaranya, radio Nada FM (dulu Double
One), Karimata FM, RGS FM dan Pesona FM.
“Lewat media radio inilah saya
banyak belajar interaksi dengan banyak orang. Selain itu di radio juga
saya bisa menuangkan pikiran, tulisan dan puisi-puisi terbaik untuk bisa
didengar banyak orang,” kata Faruk yang saat ini sudah menjadi Pimpinan
Perusahaan sekaligus Pimpinan Redaksi Pro Rakyat.
Tak tahu harus dimulai dari
mana. Yang pasti saya sebagai sahabat dan teman diskusi Faruk mengetahui
dirinya pernah menjadi wartawan harian Duta Masyarakat. Media ini milik
Chairul Anam yang saat itu Ketua DPW PKB Jawa Timur di jaman
Pemerintahan KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).
Walaupun harian Duta Masyarakat
adalah media berbasis kultural NU dan PKB dan dimana PKB saat itu
sebagai parpol berkuasa di Jawa Timur. Akan tetapi Faruk tetap konsisten
menyuarakan kritik dan fakta yang kadang berbenturan dengan tokoh
politik PKB. Sehingga pada puncaknya ia harus keluar dari harian Duta
Masyarakat.
Isu-isu yang paling banter dan
dikenang sampai saat ini, terkait tulisannya tentang kasus SUAP DAU
(Dana Alokasi Umum), pengadaan kapal, pengadaan mess pemda, dan
lain-lain. Tentu lewat tulisan-tulisan itu menjadi suara bising bagi
penguasa pemerintahan saat itu. Dimana Bupati Sumenep setelah Bupati
Soekarno Marsaid adalah KH. Ramdlan Sirajd dan Ketua DPRD-nya KH. Abuya
Busro Karim yang sekaligus Ketua DPC PKB Sumenep.
Setelah dari harian Duta
Masyarakat ia pindah ke media harian sore Surabaya Post (Surabaya News),
kebetulan saya juga pernah bekerja disana hampir satu tahun di tahun
2003. Sehingga membuat saya semakin dekat dengan Faruk, dimana sebagai
orang yang sesama orang pernah kerja di Surabaya Post. Waktu itu saya
sudah bekerja di Radar Minggu sebagai Kabiro Madura, bersama Dadang D
Iskandar.
Faruk menjadi wartawan di
Surabaya Post lumayan lama dari 2005 sampai tahun 2009. Di sela-sela
menjalani aktifitasnya di Surabaya Post, dirinya ada kegundahan hati
untuk tampil dalam politik praktis untuk memperbaiki keadaan Sumenep
yang stagnan. Sehingga ia bergabung di Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) Sumenep dan memegang kendali Ketua PAC PPP Kecamatan Kota Sumenep.
Saat pemilihan legeslatif ia
ikut bersaing dengan para elit PPP di Dapil I Sumenep (Talango, Kota,
Batuan, Manding dan Kalianget). Kebetulan ia berada di nomer urut 3,
akan tetapi nasib belum berpihak kepadanya. Ia gagal terpilih, mengingat
tuhan belum menakdirkan Faruk untuk terpilih. Sepertinya Faruk lebih
ditakdirkan menjadi wartawan selamanya.
Mengingat sesuatu hal prinsip
dan terkait keterlibatannya di partai politik, Faruk tidak lagi Surabaya
Post. Ia lebih memilih mengembangkan media harian Republika di Madura
dan kebetulan saya ikut membantu Faruk di Bangkalan dalam pengembangan
media Republika. Setelah berjalan sekitar setengah tahun, Republika
belum bisa bersaing di Madura. Mengingat peminat dan situasi yang belum
mendukung.
“Republika koran bagus dan penuh
khasanah pemikiran intelektual Islam. Sayang belum bisa diterima luas
di Madura. Saya lebih baik fokus mengembangkan media lokal saja di
Madura secara umum dan khususnya Sumenep,” pungkas Faruk.
Mendirikan Tabloid Pro Rakyat
Banyak makan garam diberbagai
media membuat Faruk berinisiatif mendirikan media sendiri berbasis
lokal. Dengan mengajak beberapa jurnalis muda dan mahasiswa, faruk
mendirikan tabloid Pro Rakyat. Tabloid ini dijadikan media suara
aspirasi penderitaan rakyat. Terutama untuk menyuarakan kebenaran dan
mengungkapkan fakta-fakta yang ada.
Alasan wartawan senior ini
mendirikan Tabloid Pro Rakyat tersebut, agar semua tulisan-tulisannya
yang mengungkap kebenaran tidak terkooptasi dan terpotong-potong. “Kalau
memiliki media sendiri, tentu kita bisa bergerak bebas menyuarakan apa
adanya sesuai fakta,” jelas Faruk.
Jika dilihat dari hasil cetak
Tabloid Pro Rakyat selama ini yang sudah berjalan satu tahun. Memang
tulisan-tulisan, opini-opini dan catatan-catatan di Pro Rakyat
mengkungkapkan fakta apa adanya. Tak jarang memerahkan telinga dan
memancing emosi orang-orang yang risih dengan berita aktual yang
diungkapkan.
Karikatur, gambar dan foto-foto
di Tabloid Pro Rakyat, juga bisa membuat mata merah dan dahi mengkerut
dengan tatapan menjadi hampa. Bahkan teror, umpatan dan sms gelap sering
melewati tidur lelapnya. Namun, Faruk tetap cuek dan tak peduli.
“Mengungkapkan kebenaran lewat
tulisan adalah jihad. Matipun, akan menjadi mati sahid sebagai syuhada,”
tegas Faruk terkait efek domino yang sering masuk kepada diri dan
keluarganya.
Kemarin, tepat hari Kartini, 21
April 2012 bertempat di kantor yang sekaligus rumahnya di Jl. Dr. Cipto,
Kolor, Sumenep. Faruk bersama kru dan sahabat-sahabatnya merayakan
Ultah 1 Tabloid Pro Rakyat. Acara syukuran yang dimulai jam 08.08 WIB
itu, tampak terlihat suasana oposisi dan perlawanan. Undangan yang hadir
banyak terlihat para pembesar-pembesar LSM dan aktivis yang biasa
kritis terhadap kebijakan pemerintah Sumenep.
Diantaranya yang hadir tokoh
LSM, Sajali (Kelompok Peduli Sumenep), Nurul Fajar (Sekretaris Kelompok
Peduli Sumenep), Fathor Rahim (Sumekar Coruption Watch) dan H. Dayat
(LSM Sango). Sementara yang hadir dari kelompok Budayawan adalah R.
Tajul Arifin, Yazid R Passandre (Novelis Lumpur Lapindo). Hadir juga
tokoh Pemuda Kepulauan Sumenep Ali Wafa dan Junaidi, SH (Alumni PMII
Sumenep).
Sedangkan dari kalangan media
dan jurnalistik hadir, Agus Rasyid (Ketua PWI Sumenep) dan termasuk saya
sendiri. Dari tokoh pendidikan hadir bapak Edy Muis “Totok” guru SMA 1
Sumenep yang kebetulan juga adalah guru SMA saudara Faruk.
Acara HUT yang sekaligus
syukuran ini dibuka dengan pembacaan Surat Yasin dan sambutan Pimpinan
Redaksi Tabloid Pro Rakyat, Saudara J. Farouk Abdillah sendiri sebagai
tuan rumah. Selanjutnya sambutan Agus Rasyid Ketua PWI Sumenep yang
sekaligus Pembina Tabloid Pro Rakyat.
“Saya berharap kedepan Tabloid
Pro Rakyat benar-benar konsisten menyuarakan aspirasi rakyat. Jangan
sampai hanya menyuarakan suara penguasa saja,” kata Agus Rasyid disambut
tepuk tangan undangan yang hadir.
Selain itu kata, Agus Rasyid
yang perlu dievaluasi dari tabloid ini adalah, perluanya keseimbangan
berita dan memenuhi unsur-unsur kode etik jurnalistik. Tabloid ini juga
harus memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik sesuai UU Pers.
“Kami berharap kepada wartawan
Tabloid Pro Rakyat dan media lainnya jangan pernah takut saat meliput.
Selam wartawan atau pers tetap berpedoman dengan UU Pers. Karena barang
siapa yang menghalagi media untuk meliput ada ancaman pidananya,” ujar
Agus Rasyid pria berambut kriting ini.
Menurutnya juga, insan media
saat ini ada kabar baik. Dimana Polri sudah melakukan MoU dengan PWI
Pusat, dimana isinya tidak akan menerima aduan delik pers. “Setiap ada
sengketa dengan pers harus di bawah ke dewan pers,” katanya.
Saya sebagai penulis secara
pribadimengucapkan selamat ulang tahun ke 1 Tabloid Pro Rakyat. Semoga
tetap konsisten dalam menyuarakan penderitaan rakyat. Semoga juga tetap
bisa eksis sampai beberapa generasi. (rud)
http://sosok.kompasiana.com/2012/04/22/mengenal-j-farouk-abdillah-wartawan-reformis-berbasis-lokal/